Page 8 - BUKU_Nurtati Soewarno dkk
P. 8

dikenal  sebagai  Alun-alun.  Kawasan  Alun-alun  berdekatan  dengan
              kampung masyarakat pribumi Sunda dengan titik pusat sebuah Pasar,

              yakni  Pasar  Baru.  Kawasan  ini  kemudian  berkembang  menjadi

              kawasan  perdagangan.  Untuk  menghidupkan  perekonomian  kota
              Bandung didatangkan masyarakat Tionghoa (Soewarno, 2013) karena

              mereka  dikenal  ulet  dan  piawai  dalam  berdagang.  Keberhasilan  ini
              meningkatkan perekonomian kota Bandung.

                      Kekuatan  pasar  dinilai  sebagai  daya  tarik  utama  dalam
              mengembangkan kota, oleh karenanya untuk perluasan ke arah Barat

              didirikan  Pasar  Andir  sedangkan  ke  arah  Timur  didirikan  Pasar

              Kosambi (Koento, 1984). Mayoritas masyarakat  Tionghoa di kawasan
              perdagangan  ditandai  dengan  pendirian  bangunan  ibadahnya,  yaitu

              Kelenteng.  Kelenteng  tertua  di  Bandung,  Kelenteng  Hiap  Tian  Gong
              didirikan di seputar Pasar Andir pada tahun 1855. Saat ini  Kelenteng

              berada  di  sisi  Jl  Kelenteng  dan  telah  dinyatakan  sebagai  Bangunan

              Cagar Budaya.
                      Perkembangan  selanjutnya  pada  tahun  1927  Pemerintah  Kota

              Bandung merubah Gudang Kopi milik Andries de Wilde menjadi Balai
              Kota. Gedung ini menghadap ke sebuah taman, Taman Pieters (Pieters

              Park)         yang         didirikan        pada         tahun         1885

              (https://www.rumah123.com/explore/kota-bandung/balai-kota-
              bandung/). Kawasan ini menjadi pusat Pemerintahan Kolonial dengan

              Pieters  Park  sebagai  pusatnya  dan  saat  ini  dikenal  sebagai  Taman
              Balai Kota.

                      Di  seputaran  Taman  ini  didirikan  bangunan-bangunan  yang
              dikhususkan bagi masyarakat Belanda, seperti Sekolah Santa Angela

              (1922), De Javasche Bank (1915) atau Bank Indonesia, Gereja Katolik






                                                    vii
   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12   13