Page 4 - BUKU_Nurtati Soewarno dkk
P. 4
PENGANTAR
Bangunan peribadatan merupakan sebuah bangunan penting
dan hampir semua kota memiliki bangunan peribadatan. Bangunan ini
dapat mencerminkan mayoritas keyakinan masyarakat pada sebuah
kota dan umumnya menempati lokasi penting, seperti di pusat Kota,
pusat Pemerintahan, pusat lingkungan dan tempat sejenis yang mudah
dijangkau. Selain itu Bangunan Peribadatan mempunyai gaya spesific
yang mencerminkan keyakinan yang dianutnya, seperti Masjid dengan
menara dan kubah serta sarat aksara Arab, Gereja Katedral dengan
atap yang menjulang tinggi, Salib yang berbeda dengan Gereja
Protestan. Demikian pula dengan Kelenteng yang dapat dibedakan dari
warna dan ornamen-ornamen khas Tionghoa yang berbeda dengan
Vihara yang tanpa ornamen.
Bandung, adalah kota yang didirikan pada masa Kolonial
Belanda di awal abad ke 18 hingga kini masih menyimpan berbagai
peninggalan Kolonial, salah satunya adalah bangunan. Lamanya
Pemerintah Kolonial tinggal di Indonesia terutama di Bandung dapat
dikenali dari bangunan-bangunan yang didirikannya pada masa
Kolonialisasi, salah satunya adalah bangunan peribadatan. Meskipun
mayoritas masyarakat Belanda adalah pemeluk agama Kristen tetapi
berbagai bangunan peribadatan dari berbagai kepercayaan juga
didirikan pada masa Pemerintahannya, seperti Kelenteng dan Masjid.
Bangunan peribadatan tertua adalah Kelenteng Hiap Thian Kong yang
didirikan pada tahun 1855 di kawasan Pasar Baru, sebuah kawasan
perdagangan tertua di kota Bandung. Kelenteng ini kemudian berganti
nama menjadi Vihara Satya Budhi. Baru pada awal abad 19 Arsitek
Belanda C.P. Wolff Shoemaker merancang Gereja Katedral Santo
Petrus yang didirikan pada tahun 1922 dan kemudian Gereja Bethel
iii

