Page 10 - BUKU_Nurtati Soewarno dkk
P. 10

BAB 1. KELENTENG SATYA BUDHI


              1.1 Latar Belakang

                      Kelenteng  dibaca  kêlêntèng  merupakan  bangunan  tempat

              memuja  (berdoa  dan  bersembahyang)  dan  melakukan  upacara
              keagamaan  bagi  penganut  Konghucu.  Bangunan  Kelenteng  dengan

              gaya arsitektur tradisional Tionghoa diperkirakan berada di Nusantara
              bersamaan  dengan  kedatangan  para  imigran  dari  Tiongkok  Selatan.

              Bangunan  ini  ditengarai  merupakan  sarana  bersama  pertama  yang

              didirikan  oleh  kelompok  imigran  di  tempat  yang  baru  sebagai  wujud
              pernyataan  terimakasih  kepada  tokoh  yang  dianggap  sebagai

              pelindung.  Hal  ini  dikarenakan  mereka  telah  selamat  melewati
              pengalaman  pelayaran  yang  berbahaya;  menempuh  samudra  luas

              dengan peralatan perahu yang relatif sederhana sekali.
                      Kelenteng tradisional tua yang tersisa hingga kini dapat bertahan

              sesuai dengan bentuk aslinya dan tidak banyak mengalami perubahan.

              Bangunan  ini  dapat  dikenali  dari  gaya  arsitekturnya  yang  cenderung
              serupa  satu  dengan  lainnya.  Arsitektur  Tiongkok  yang  diterapkan

              sangat     dipengaruhi     oleh    filosofi   kepercayaan      dari   ajaran
              Konfusianisme, Taoisme dan Buddhisme. Terdapat ornamen-ornamen

              yang  terletak  pada  dinding,  atap,  pilar  serta  pada  elemen  interior
              maupun  eksterior  yang  masing-masing  memiliki  makna  dan  sifatnya.

              Jenis ornamen pada bangunan Kelenteng terdiri dari tiga macam, yaitu

              terdapat unsur tumbuhan, hewan, dan manusia.
                      Setelah  perang  Diponegoro  tahun  1825  masyarakat  Tionghoa

              yang  berada  di  Pulau  Jawa  menyebar  ke  beberapa  daerah,  salah

              satunya  ke  kota  Bandung.  Penyebaran  ini  terjadi  sekitar  tahun  1885
              dan  dalam  pengawasan  Pemerintahan  Hindia  Belanda  sehingga



                                                    1
   5   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15