Page 31 - BUKU_Nurtati Soewarno dkk
P. 31
Kata Katedral dapat diartikan juga sebagai "tempat duduk" atau
"kursi", mengacu pada kursi atau tahta uskup atau uskup agung yang
terdapat di dalam Katedral. Pada masa lampau, kursi merupakan
lambang dari guru, dengan demikian kursi uskup melambangkan peran
uskup sebagai guru. Kursi juga lambang dari kepemimpinan resmi
seorang pejabat kehakiman, dan oleh karena itu kursi uskup
melambangkan peran uskup dalam kepemimpinan sebuah keuskupan.
Meskipun kini merupakan sebuah kata benda dalam tata bahasa,
namun kata katedral awalnya merupakan kata sifat dalam frasa "gereja
katedral", dari bahasa Latin ecclesia cathedralis. Kursi yang dimaksud
ditempatkan secara khusus dalam gedung Gereja utama keuskupan
dan dikhususkan bagi kepala keuskupan tersebut dan oleh karena itu
menjadi simbol utama dari otoritas. (New Standard Encyclopedia)
Pada sekitar tahun 1920, semakin banyak umat katolik yang
menempati kota Bandung dan Gereja St. Franciscus Regis tidak dapat
lagi menampung umat yang saat itu telah mencapai 1800 orang.
Setelah melewati diskusi, sebuah tanah yang terletak di seberang
bangunan Gereja St. Franciscus Regis terpilih sebagai lokasi gereja
yang baru dengan seorang perancang asal Belanda, yaitu Ir. C.P. Wolff
Schoemaker. Pembangunan gedung gereja yang baru dilaksanakan
dimulai pada tahun 1921, selanjutnya selesai dan diberkati pada tahun
1922.
Berdirinya Katedral ini bersamaan dengan pembuatan jalur
kereta api. Kota Cirebon yang saat itu menjadi gerbang masuknya
pendatang termasuk pastor-pastor dari Belanda dan setelah berlabuh di
Cirebon, pastor-pastor tersebut melakukan perjalanan dengan kereta
api menuju Bandung. Tak lama kemudian dibuka juga jalur kereta api
antara Bandung dengan Batavia yang membuat semakin banyaknya
22

